Khutbah Idul Fitri 1434 H
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر الله أكبر الله أكبر... لا إله إلا الله والله أكبر... الله أكبر ولله الحمد...
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ اْلإِيْمَانِ وَاْلإِسْلاَمِ وَهِيَ أَعْظَمُ النِّعَمِ، وَأَكْرَمَنَا بِأُمَّةٍ مُحَمَّدٍ مِنْ جَمِيْعِ اْلأُمَمِ فِي اْلعَالَمِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ الله أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى الله وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ الله تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Ma’asyirol muslimin wa zumrotal mukminin rahimakumullah…
Puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT yang masih memberi ruang dan waktu sehingga kita berada di bulan Syawal, tepatnya 1 Syawal 1434 H di pagi hari ini. Bulan yang menjadi simbol kembalinya seorang muslim kepada fitrah, kepada kesucian layaknya bayi yang terlahir di muka bumi. Shalawat dan salam selalu kita haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhamamd saw yang telah menunjukkan kepada kita jalan kebenaran, sehingga kita menjadi umat yang terbaik disisi-Nya.
Salah satu misi kenabian yang diemban oleh Nabi Muhammad saw adalah menyempurnakan akhlak. Akhlak memiliki kedudukan tinggi dalam Islam. Akhlak menjadi ukuran kesempurnaan iman seseorang. Innama bu’itstu li-utammima makaarimil akhlaaq; sesungguhnya aku (kata Rasulullah) tak lain diutus di muka bumi ini adalah untuk menyempurnakan akhlak.
Rasulullah saw telah mengajarkan akhlak mulia yang patut kita amalkan dalam kehidupan ini. Setidaknya, ada tiga akhlak yang diajarkan oleh Nabi Muhammad yang perlu kita terapkan dalam momentum Idul Fitri. Marilah kita menyimak nasihat yang disampaikan oleh Nabi kepada seorang sahabatnya bernama Uqbah. Berikut bunyi pesan Sang Nabi:
يَا عُقْبَةُ أَلاَ أُخْبِرُكَ بِأَفْضَلِ أَخْلاقِ أَهْلِ الدُّنْيَا وَأَهْلِ اْلآخِرَةِ ؟ تَصِلُ مَنْ قَطَعَكَ، وَتُعْطِي مَنْ حَرَمَكَ، وَتَعْفُو عَمَّنْ ظَلَمَكَ
“Wahai Uqbah, maukah kuberitahukan kepadamu akhlak penghuni dunia dan akhirat yang paling utama? Yaitu menghubungi orang yang memutuskan hubungan denganmu, memberi orang yang menahan pemberiannya kepadamu dan memaafkan orang yang pernah menganiayamu.” (HR. Hakim)
Allahu Akbar 3x Walillahilhamd…
Kaum Muslimin Rahimakumullah…
Dari nasihat yang disampaikan oleh Nabi diatas, tampak ada tiga sikap terpuji. Pertama, tetap menjalin hubungan baik kepada orang yang memutuskan hubungan dengan kita. Dewasa ini banyak kita temukan sikap saling bermusuhan lantaran perbedaan organisasi, partai dan kepentingan lainnya. Urusan dunia sering menggelapkan hati. Hubungan baik yang terjalin selama ini berubah menjadi kebencian. Tidak sedikit hubungan kekeluargaan menjadi retak. Karena perbedaan partai atau organisasi, perbedaan dalam masalah posisi di tempat kerja, misalnya, sering menjadi pemicu sikap bermusuhan.
Di hari yang fitri ini, selayaknya kita menjalin hubungan harmonis dengan saudara-saudara kita sesama muslim, saudara dekat ataupun jauh. Saling bersalaman sesama mahram dan saling berkunjung ke kediaman masing-masing. Jangan sampai momentum yang sangat mulia ini, berlalu begitu saja karena tidak kita isi dengan silaturrahim.
Hilangkan rasa gengsi dan tidak percaya diri. Singkirkan segala godaan setan dalam diri untuk tetap memendam permusuhan. Nilai dan arti kesucian di hari yang fitri akan ternoda jika kita tidak mau untuk menjalin dan mempererat tali persaudaraan. Dengan demikian, kita menjadi pribadi yang berakhlak seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.
Allah berfirman dalam Al-Qur`an:
فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوْا فِي اْلأَرْضِ وَتُقَطِّعُوْا أَرْحَامَكُمْ . أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ . أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا...
“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah, ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka. Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al- Qur’an ataukah hati mereka yang terkunci?” (QS. Muhammad: 22-24)
Allahu Akbar 3x Walillahilhamd…
Jama’ah Shalat Ied yang Berbahagia…
Akhlak Kedua, yang diajarkan oleh Nabi adalah memberi makan kepada orang yang pelit atau kikir kepada kita. Sikap kikir adalah lawan dari sikap pemurah. Sikap pemurah mendapat pujian Allah SWT. Sikap pelit sangat tercela di sisi-Nya. Allah azza wa jalla cinta kepada orang-orang yang pemurah. Membalas sikap kikir dengan sikap yang sama menjadi penanda tidak ada bedanya kita dengan mereka. Marilah kita menjadi pribadi yang gemar berbagi kepada sesama, di waktu sempit maupun lapang, dikala senang maupun susah.
Bukan suatu hal yang aneh jika kita memberi kepada orang yang berbuat baik kepada kita. Akan tetapi, suatu hal yang langka bahkan luar biasa jika kita mau berbagi kepada orang yang justru tidak mau berbagi kepada kita. Berbagi, bersikap pemurah dan dermawan merupakan cermin seorang mukmin sejati. Orang yang dermawan adalah orang yang dekat kepada Allah, dekat kepada manusia dan dekat kepada surga.
Ma’asyirol muslimin wa zumrotal mukminin rahimakullah…
Jika kita mempunyai pilihan, mana yang akan kita pilih? Mukmin yang dermawan atau yang kikir? Tentu, seorang mukmin sejati akan menjatuhkan pilihannya dengan berusaha menjadi insan yang pemurah kepada siapa saja. Pemurah kepada keluarganya. Pemurah kepada kaum dhua`fa. Pemurah kepada orang-orang yang memusuhinya. Dia tidak peduli, apakah dengan pemberiannya, orang yang memusuhinya menjadi luluh atau tetap dengan sikapnya. Dia hanya ingin mengisi momentum Idul Fitri ini dengan akhlak yang diajarkan oleh Nabinya. Ia yakin dengan meneladani Rasulullah saw, kemuliaan dunia dan akhirat akan diraihnya.
Ketiga, memaafkan kesalahan orang yang melakukan perbuatan aniaya kepada diri kita. Memaafkan memang lebih sulit daripada meminta maaf, meskipun terkadang meminta maaf juga sulit karena sikap gengsi pada diri seseorang.
Memaafkan orang lain terlebih kepada orang yang pernah menganiaya diri kita sendiri merupakan cermin pribadi berjiwa besar. Dibutuhkan kelapangan hati dalam memberi maaf kepada orang yang telah merampas hak kita, menginjak-injak kehormatan, menyakiti kita dengan ucapan-ucapannya atau perbuatannya yang menyayat hati.
Melalui momentum Idul Fitri ini, adalah sangat baik untuk saling maaf-memaafkan. Kita tidak perlu malu, tidak perlu merasa kehilangan muka, untuk meminta maaf karena ini adalah waktunya. Kalau tidak sekarang, kapan lagi? Dan kalau kita tidak meminta maaf atas segala khilaf dan kesalahan kita, maka dikuatirkan kita tidak termasuk orang yang kembali kepada fitrah, yang kembali kepada kesucian, yang kembali seperti bayi, yang tidak menanggung dosa atau noda.
Al-Qur’an menyatakan bahwa tidak sama keburukan dengan kebaikan. Maka, jika ada keburukan yang pernah menimpa kita, tolaklah keburukan itu dengan berbuat kebaikan, niscaya kata Al-Qur’an; “Faidzalladzi bainaka wa bainahu ‘adaawah, ka-annahu waliyyun hamiid”; Orang yang tadinya ada sengketa dengan kita, yang kita bermusuhan dengannya, jika kita menghadapinya dengan berbuat baik. Niscaya, dia akan berbalik menjadi teman kita yang sangat akrab.
Kenapa demikian? Karena, para psikolog-pun menyatakan; “Disetiap cinta ada benci, disetiap benci pun ada cinta”. Pada saat kita menghadapi seorang yang pernah membenci kita, hadapilah dengan lembut dan bijaksana, mengahadapinya dengan kasih dan kebajikan, maka benih-benih kecintaan yang terpendam di dalam hatinya akan muncul secara tiba-tiba dan ketika itulah dia menjadi sahabat kita yang paling akrab.
Kalau kita, mempersilahkan bulan Ramadhan berangkat meninggalkan kita, dengan harapan kiranya Allah SWT mengampuni dosa-dosa kita, maka Idul Fitri kita sambut dengan ucapan; “Iedun sa’idun; Selamat Idul fitri. Wa kullu ‘aam wa antum bikhair; semoga tiap tahun, kita senantiasa mendapat kebaikan. Taqobbalallaahu minnaa wa minkum”; Semoga Allah menerima semua amal-amal kebajikan kita, amal-amal kebajikan saya dan anda, amal-amal kebajikan kita semua. Serta, “Minal ‘aaidiin wal faaiziin”; Semoga kita termasuk kelompok orang yang kembali dalam fitrah kesucian dan kelompok orang yang meraih kemenangan.
Menarik untuk kita hayati bahwa ucapan; “Minal ‘aaidiin wal faaiziin”, itu kita kemukakan dalam bentuk prural atau dalam bentuk jamak, yang maksudnya kita ingin termasuk bersama-sama dalam kelompok orang-orang yang meraih kemenangan. Al-Qur’an tidak mengajarkan kita untuk berkata; “Semoga saya termasuk kelompok yang kembali atau termasuk orang-orang yang meraih kemenangan”.
Tetapi, semoga kita, karena ajaran agama kita, ajaran agama islam selalu mengajarkan kebersamaan. Itu sebabnya, tidak ditemukan dalam Al-Quran kata yang menunjuk kalimat; “Saya Menang atau dalam bahasa arabnya; “Ana Afuuzu”, kecuali sekali dan itupun diucapkan oleh orang-orang yang tidak tersentuh keimanan di dalam hatinya, karena memang mereka hanya ingin menang sendiri, mereka tidak pernah ingin hidup dalam kebersamaan.
Marilah kita mengisi bulan Syawal dan bulan-bulan ke depannya dengan tiga akhlak ajaran Nabi Muhamamd saw. Kesalehan pribadi yang sudah kita tunaikan selama bulan Ramadhan menjadi semakin menunjukkan kesempurnaannya jika dibarengi dengan kesalehan sosial. Kesalehan sosial dalam bentuk berbagi kepada sesama, memaafkan kesalahan orang lain dan mempererat jalinan persaudaraan dengan semangat ukhuwah islamiyyah.
Imam Ali bin Abi Thalib berkata;
مَنْ أَعْطَى مَنْ حَرَمَهُ، وَوَصَلَ مَنْ قَطَعَهُ، وَعَفاَ عَمَّنْ ظَلَمَهُ، كاَنَ لَهُ مِنَ اللهِ الظَّهِيْرُ وَالنَّصِيْرُ
“Barangsiapa memberi orang yang tidak memberinya, menjalin hubungan dengan orang yang memutuskan hubungan dengannya dan memaafkan orang yang menzaliminya, maka Allah akan menjadi pembela dan pPenolongnya.”
Semoga Allah SWT memberi kekuatan kepada kita untuk mengisi Idul Fitri dengan akhlak yang mulia, seperti yang dinasihatkan oleh junjungan kita Nabi Muhammad saw. Dengan demikian, dosa-dosa kita kepada Allah terampuni dan kesalahan kepada sesame manusia menjadi gugur dan termaafkan. Mudah-mudahan kita menjadi hamba-hamba Allah yang beruntung di dunia dan di akhirat kelak. Amin, yaa mujiibas-saailiin…
جَعَلَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ، وَأَدْخَلَنَا وَإِيَّاكُمْ فِيْ زُمْرَةِ الْمُتَّقِيْنَ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ، وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا. وَمَا رَبُّكَ بِظَلاَّمٍ لِلْعَبِيْدِ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.
الله أكبر الله أكبر الله أكبر... لا إله إلا الله والله أكبر... الله أكبر ولله الحمد...
الحمد لله الذي أنزل السكينة في قلوب المؤمنين ليزدادوا إيمانا مع إيمانهم ولله جنود السموات والأرض وكان الله غليما حكيما. أَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ الله أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى الله فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ الله تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. إِنَّ الله وَمَلاَئِكَتُهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا: اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْراَهِيْمَ فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ انْصُرْ جُيُوْشَ الْمُسْلِمِيْنَ وَاَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْنَا عَلَيْهِمْ يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ.رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَاماً. اَللَّهُمَّ اَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا وَدُنْيَانَا وَاَصْلِحْ ذاَتَ بَيْنِنَا وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلاَمِ. وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ وَآخِرُ دَعْوَاهُ أَنِ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
untuk versi PDF bisa di unduh di sini