oleh: Ahmad Sarwat
Di antara kelemahan berbagai gerakan dakwah yang memenuhi jagat dunia Islam adalah kurangnya pemerataan ilmu-ilmu keislaman kepada masing-masing pendukung.
Sehingga fanatisme kelompok yang ditanamkan tidak berimbang dengan ilmu-ilmu keislaman yang diajarkan. Hasilnya mudah ditebak, umumnya mereka lebih cenderung sikap fanatisme kepada kelompok ketimbang fanatisme kepada agama dan syariah.
Penjajah Inggris dulu suka mencekoki serdadu dan rakyatnya dengan jargon : right or wrong is my country. Dan kepada sang raja, ada sebuah adagium : The King Can Do No Wrong.
Sebenarnya akarnya bukan sama sekali tidak punya ilmu, tetapi titik masalahnya pada kurangnya kadar ilmu yang cukup. Kalau ilmu-ilmu dasar kurang dijadikan pijakan, maka di tengah jalan akan ada saja ketimpangan-ketimpangan yang muncul. Salah satunya gerakan dakwah menjadi gerakan taqlid buta yang tidak cerdas menganalisa sesuatu.
Padahal gerakan dakwah tidak sama dengan satu pleton tentara. Gerakan dakwah adalah gerakan menyadarkan umat, mencerdaskan dan memberikan ruang untuk berijtihad.
Sedangkan satu pleton tentara memang dirancang untuk patuh pada komandan, walau pun hujan peluru, kalau disuruh maju ya maju. Seorang serdadu pertempuran sejak awal memang tidak diajarkan untuk berdiskusi ilmiyah, ngaji ilmu apalagi buka kitab. Satu-satunya bahasa yang mereka kenal cuma taat kepada komandan. Begitulah mereka dididik dan begitulah hasilnya.
Maka jangan diskusi dengan serdadu, sebab mereka memang tidak dilahirkan untuk berdiskusi. Yang mereka tahu cuma satu kata : semua musuh harus serang, apakah kita di pihak yang salah atau benar, bukan urusan gue.