Oleh:
Ustadz Sarwat
Setidaknya ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk alat penyembelihan, yaitu harus tajam dan bisa memutus urat leher. Dan bahan alat itu tidak boleh terbuat dari tulang atau gigi, karena ada larangan khusus.
1. Tajam dan Memutus
Syarat pertama dari alat yang digunakan untuk menyembelih harus bersifat tajam dan mampu untuk memutuskan beberapa saluran di leher hewan, baik saluran pernafasan, saluran makanan dan minuman, atau pun juga saluran darah, yaitu arteri dan vena.
Maka bila alat itu hanya bersifat menjepit atau mencekik, sehingga saluran-saluran itu tidak terputus, karena sifat alat itu misalnya hanya sekedar menyumbat, maka hukumnya tidak sah.
Tali yang digunakan untuk menjerat hewan sehingga hewan itu tidak bisa bernafas bukan merupakan alat penyembelihan yang sah. Bila hewan mati karena terjerat tali, maka hukum hewan itu menjadi bangkai yang haram dimakan.
Perlu diperhatikan bahwa yang dimaksudkan dengan menyembelih hewan adalah memotong urat leher dan saluran darah, agar semua darah yang ada di tubuh hewan itu keluar dari tubuh secepatnya dan kemudian hewan itu mati.
Tempat yang paling tepat untuk penyembelihan itu adalah bagian leher. Mengapa?
Karena di bagian leher itulah aliran darah paling banyak dan debitnya paling tinggi. Sebab darah yang mengalir ke otak memang dipompa dengan kuat oleh jantung dengan melewati leher.
Maka secara syariah, di bagian leher itulah seharusnya penyembelihan itu dilakukan, mengingat kemungkinan darah akan cepat keluar dari tubuh lewat leher yang disembelih.
Karena itu, alat yang digunakan harus tajam. Intinya benda yang bisa memotong atau mengiris saluran pernapasan dan saluran makanan. Bahannya boleh terbuat dari besi, kayu, batu, atau bahan lain.
a. Alat Yang Halal
Di antara contoh alat yang halal digunakan untuk menyembelih adalah pisau, belati, golok, pedang, badik, clurit, dan juga termasuk tombak atau anak panah, khususnya dalam berburu.
Syaratnya, semua alat itu digunakan dengan benar, yaitu bagian tajamnya diarahkan ke bagian leher. Karena tujuannya untuk memutus saluran-saluran di leher.
Namun bila alat itu digunakan untuk membunuh, tetapi dengan cara yang salah, maka hukumnya pun terlarang. Misalnya hewan itu mati karena digetok kepalanya dengan gagang golok, maka hewan itu berubah menjadi bangkai.
b. Alat Yang Haram
Sedangkan alat-alat yang terlarang berupa benda-benda tumpul walau pun mematikan, seperti palu godam, martil, linggis, pemukul, dan sejenisnya—tidak boleh digunakan.
c. Sunnah Menajamkan Pisau
Sangat disunnahkan alat yang digunakan itu ditajamkan terlbih dahulu sebelum digunakan. Dalam hal ini meski pun kepada hewan, namun hewan ternak itu tetap harus kita ringankan sakitnya ketika kita sembelih.
Pisau yang tumpul dan tidak tajam akan sulit digunakan untuk menyembelih sehingga binatang yang disembelih tersiksa karenanya. Nabi SAW bersabda:
إِنَّ اللهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ
Sesungguhnya Allah l telah menentukan untuk berbuat baik terhadap segala sesuatu. Bila kamu membunuh maka baguskanlah dalam membunuh dan bila menyembelih maka baguslah dalam cara menyembelih. Hendaklah salah seorang kamu menajamkan belatinya dan menjadikan binatang sembelihan cepat mati.” (HR. Muslim)
Mengasah pisau bukan untuk menyiksa, justru manfaatnya adalah hewan itu tidak perlu terlalu lama mengalami sekarat. Semakin tajam pisau yang digunakan, maka akan semakin baik bagi hewan itu.
Dan menarik untuk diperhatikan, bahwa mengasah pisau untuk menyembelih hewan pun juga dilarang bila dilakukannya di depan hewan itu. Karena memang ada hadits yang secara tegas melarangnya. Dahulu Nabi SAW pernah pernah menegur orang yang melakukan demikian dengan sabdanya:
“Mengapa kamu tidak mengasah sebelum ini?! Apakah kamu ingin membunuhnya dua kali?!” (HR. Ath-Thabarani dan Al-Baihaqi)
2. Bukan Tulang Atau Gigi
Dari segi bahan, ada ketentuan yang menyebutkan bahwa tulang dan gigi tidak boleh digunakan sebagai alat untuk menyembelih hewan. Maka meski sebenarnya memenuhi prinsip penyembelihan di atas, tetapi kalau bahan itu terbuat dari tulang dan kuku, maka ada ketentuan syariah yang menegaskan larangannya.
Dasarnya memang karena ada dalil syar’i yang secara melarangnya. Hadis yang dimaksudkan adalah yang berasal dari Rafi’ bin Khudaij.
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفُرَ وَسَأُحَدِّثُكُمْ عَنْ ذَلِكَ أَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ وَأَمَّا الظُّفُرُ فَمُدَى الْحَبَشَةِ
Segala sesuatu yang mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika menyembelihnya, silakan kalian makan, asalkan yang digunakan bukanlah gigi dan kuku. Aku akan memberitahukan pada kalian mengapa hal ini dilarang. Adapun gigi, ia termasuk tulang. Sedangkan kuku adalah alat penyembelihan yang dipakai penduduk Habasyah (sekarang bernama Ethiopia).
C. Alat Berburu
Selain dengan penyembelihan, cara mematikan hewan untuk bisa dagingnya halal dimakan bisa juga dengan cara diburu. Maka senjata yang dibenarkan dalam perburuan hewan intinya juga harus memenuhi kriteria di atas, yaitu harus tajam dan bisa melukai atau merobek kulit hewan buruan. Dari bagian yang terkena senjata dan luka itu diharapkan akan menyemburkan darah segar, sehingga statusnya sama dengan penyembelihan juga.
Alat itu bisa saja anak panah, pedang, pisau, belati, tombak atau pun peluru tajam yang ditembakkan dari senapan modern, tapi intinya bagaimana peluru itu bisa menembus kulit hewan sehingga melukai dan keluar dari dari lukanya.
Sedangkan alat yang sifatnya tidak tajam dan tidak sampai merobek kulit hingga mengeluarkan darah, meski mematikan, tetapi tidak halal untuk digunakan.
Maka berburu dengan batu yang bulat, tongkat yang tidak tajam, cakram, palu godam atau martil, hukumnya haram. Karena meski bisa mematikan, namun tidak mampu mengoyak kulit hewan buruannya.
Demikian juga berburu dengan katapel, bila pelurunya berupa batu atau kelereng, meski hewan itu mati, tetapi bila tidak ada koyak pada kulit hewan itu hingga mengeluarkan darah, hukumnya tidak sah.